KARISMATIK KATOLIK INDONESIA HOLY SPIRIT
Room 0302, 3rd Floor, Holy Spirit Church, 248 Upper Thomson Road, Singapore 574371

JANUARI FEBRUARI MARET

EDISI 13 April/Mei 2003

…WAFAT TUHAN ADALAH KEMATIAN KITA …”

Banyak orang melihat kematian sebagai ancaman utama bagi kehidupan dan karena itu harus dihindarkan sejauh mungkin. Tetapi ada juga yang melihat kematian sebagai suatu misteri yang harus dicari tahu apa rahasianya. Orang yang melihat kematian sebagai misteri tentu akan bertanya mengapa manusia harus mati dan setelah kematian kemanakah jiwa atau rohnya? Dua pertanyaan dasar di atas mendorong kita untuk melihat makna kematian Yesus bagi kematian manusiawi kita.

Kematian merupakan sebuah misteri sekaligus suatu kenyataan yang akan dialami oleh setiap orang. Bagi mereka yang tidak percaya akan Yesus yang bangkit, akan melihat kematian sebagai peristiwa yang menakutkan dan mengerikan. Tetapi bagi bagi mereka yang percaya akan melihat kematian sebagai peristiwa yang menggembirakan, karena kematian bagi mereka merupakan pintu masuk di mana mereka dapat memasuki fase hidup baru, yakni hidup baru dalam Tuhan. Yesus bersabda:”Akulah kebangkitan dan kehidupan, barangsiapa percaya kepada-Ku dia akan hidup sekalipun ia sudah meninggal (Yoh.11:25-26). Sabda Yesus ini merupakan wasiat agung bagi mereka yang percaya kepadaNya. Kalau Yesus bangkit maka kita yang percaya akan bangkit. Demikian pengakuan iman Santo Paulus yang dilukiskan dalam salah satu suratnya kepada jemaat yang dibangunnya.

Kematian Yesus selain untuk mencapai kemuliaanNya dan pemenuhan ramalan para nabi dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, juga merupakan tanda solidaritasNya dengan manusia yang sering takut akan kematian. Kematian Yesus merupakan tanda ketaatanNya kepada kehendak BapaNya di surga agar dengannya manusia dapat mencapai hidup baru, yakni kemuliaan dalam Tuhan.

“…PASKA TUHAN, HIDUP BARU BAGI KITA…”

Setiap orang mendambakan suatu hidup baru yang lebih bagus, indah, gembira dan bahagia serta terjamin. Namun untuk mencapai ke arah ini orang butuh perjuangan yang tak kunjung henti. Dan karena itu, hidup baru bagi kebanyakan orang masih merupakan bayangan yang samar-samar kelihatannya, atau suatu enigma yang perlu dicari jawabanya.

Perspektif hidup baru dalam Kitab Suci dapat kita lihat pada peristiwa pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir. Waktu itu figur

Musa sebagai tokoh pembebas di tangan Yahwe amat menonjol. Dengan perantaraan Musa, Yahwe sendirilah yang membebaskan umatNya dari perbudakan. Suatu simbol perjuangan yang maha berat yang patut dipetik maknanya adalah ketika Israel harus mengembara di padang gurun selama 40 tahun.

Harapan memasuki tanah terjanji Kanaan (simbol hidup baru) hampir sirna karena kelalaian mereka untuk memelihara Hukum Tuhan. Kelalaian itulah yang menyebabkan mereka mau berjuang sendiri-sendiri, mau menang sendiri dan kurang mau bekerja sama dan merasa  kurang senasib di bawah pimpinan Musa (Bdk.Kel.10-12).

Situasi khaos yang sama juga dialami oleh para murid Yesus ketika Ia harus mati di salib oleh orang-orangnya sendiri. Waktu itu para murid sepertinya lari dari kenyataan dan mau berjuang sendiri-sendiri. Ada yang mau tinggal di Yesrusalem, ada yang mau kembali ke pekerjaan mereka sebelum mengikuti Yesus, ada yang mau ke Emaus. Mereka nampaknya takut untuk menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang dekat dari Yesus (Bdk.Lukas 24; 13-35).

Apa dan siapakah yang mempersatukan mereka?  Peristiwa Paskah merubah hidup mereka, merubah pandangan mereka tentang siapa itu Yesus. Terang Paska mempersatukan mereka kembali di bawah satu pimpinan Petrus sang wadas.  Paska merupakan suatu permulaan hidup baru yang dapat mereka wartakan dan buktikan dengan kebangkitan Tuhan Yesus dari alam maut (Bdk.Kisah 10, 34-43).

Saudari/Saudari seiman, bagaimana kita melihat Paska kita tahun ini? Apakah ada harapan untuk berseminya suatu suasana hidup baru yang lebih mempererat persatuan dan kesatuan kita? Nampaknya kita masih lesu untuk berpikir bagaimana seharusnya. Kita sadar bahwa perjuangan kita untuk mencapai suatu visi hidup baru belumlah selesai dan masih di tengah padang pengembaraan yang maha luas. Karena itu, kita butuh perjuangan ekstra, kerja sama yang kondusif, sehat, dinamis, demokratif dan kreatif. Kita butuh suasana yang terbuka satu sama lain dan dialog, agar dengan demikian Paska sebagai suatu visi hidup baru dapat dibuktikan di masa yang akan datang. “Buanglah ragi lama, agar kamu menjadi adonan yang baru” – 1 Korintus 5; 6-8.



Back to Mainpage