“…WAFAT TUHAN ADALAH KEMATIAN KITA …”
Banyak orang melihat kematian sebagai ancaman
utama bagi kehidupan dan karena itu
harus
dihindarkan sejauh mungkin. Tetapi
ada juga
yang melihat kematian sebagai suatu
misteri
yang harus dicari tahu apa rahasianya.
Orang
yang melihat kematian sebagai misteri
tentu
akan bertanya mengapa manusia harus
mati
dan setelah kematian kemanakah jiwa
atau
rohnya? Dua pertanyaan dasar di atas
mendorong
kita untuk melihat makna kematian Yesus
bagi
kematian manusiawi kita.
Kematian merupakan sebuah misteri sekaligus
suatu kenyataan yang akan dialami oleh
setiap
orang. Bagi mereka yang tidak percaya
akan
Yesus yang bangkit, akan melihat kematian
sebagai peristiwa yang menakutkan dan
mengerikan.
Tetapi bagi bagi mereka yang percaya
akan
melihat kematian sebagai peristiwa
yang menggembirakan,
karena kematian bagi mereka merupakan
pintu
masuk di mana mereka dapat memasuki
fase
hidup baru, yakni hidup baru dalam
Tuhan.
Yesus bersabda:”Akulah kebangkitan
dan kehidupan,
barangsiapa percaya kepada-Ku dia akan
hidup
sekalipun ia sudah meninggal (Yoh.11:25-26).
Sabda Yesus ini merupakan wasiat agung
bagi
mereka yang percaya kepadaNya. Kalau
Yesus
bangkit maka kita yang percaya akan
bangkit.
Demikian pengakuan iman Santo Paulus
yang
dilukiskan dalam salah satu suratnya
kepada
jemaat yang dibangunnya.
Kematian Yesus selain untuk mencapai kemuliaanNya
dan pemenuhan ramalan para nabi dalam
Kitab
Suci Perjanjian Lama, juga merupakan
tanda
solidaritasNya dengan manusia yang
sering
takut akan kematian. Kematian Yesus
merupakan
tanda ketaatanNya kepada kehendak BapaNya
di surga agar dengannya manusia dapat
mencapai
hidup baru, yakni kemuliaan dalam Tuhan.
“…PASKA TUHAN, HIDUP BARU BAGI KITA…”
Setiap orang mendambakan suatu hidup baru
yang lebih bagus, indah, gembira dan
bahagia
serta terjamin. Namun untuk mencapai
ke arah
ini orang butuh perjuangan yang tak
kunjung
henti. Dan karena itu, hidup baru bagi
kebanyakan
orang masih merupakan bayangan yang
samar-samar
kelihatannya, atau suatu enigma yang
perlu
dicari jawabanya.
Perspektif hidup baru dalam Kitab Suci dapat
kita lihat pada peristiwa pembebasan
umat
Israel dari perbudakan Mesir. Waktu
itu figur
| |
Musa sebagai tokoh pembebas di tangan Yahwe
amat menonjol. Dengan perantaraan Musa,
Yahwe
sendirilah yang membebaskan umatNya
dari
perbudakan. Suatu simbol perjuangan
yang
maha berat yang patut dipetik maknanya
adalah
ketika Israel harus mengembara di padang
gurun selama 40 tahun.
Harapan memasuki tanah terjanji Kanaan (simbol
hidup baru) hampir sirna karena kelalaian
mereka untuk memelihara Hukum Tuhan.
Kelalaian
itulah yang menyebabkan mereka mau
berjuang
sendiri-sendiri, mau menang sendiri
dan kurang
mau bekerja sama dan merasa kurang senasib di bawah pimpinan Musa (Bdk.Kel.10-12).
Situasi khaos yang sama juga dialami oleh
para murid Yesus ketika Ia harus mati
di
salib oleh orang-orangnya sendiri.
Waktu itu para murid sepertinya lari dari
kenyataan dan mau berjuang sendiri-sendiri.
Ada yang mau tinggal di Yesrusalem,
ada yang
mau kembali ke pekerjaan mereka sebelum
mengikuti
Yesus, ada yang mau ke Emaus. Mereka
nampaknya
takut untuk menyatakan bahwa mereka
adalah
orang-orang dekat dari Yesus (Bdk.Lukas
24;
13-35).
Apa dan siapakah yang mempersatukan mereka?
Peristiwa Paskah merubah hidup mereka, merubah
pandangan mereka tentang siapa itu
Yesus.
Terang Paska mempersatukan mereka kembali
di bawah satu pimpinan Petrus sang
wadas.
Paska merupakan suatu permulaan hidup baru
yang dapat mereka wartakan dan buktikan
dengan
kebangkitan Tuhan Yesus dari alam maut
(Bdk.Kisah
10, 34-43).
Saudari/Saudari seiman, bagaimana kita melihat
Paska kita tahun ini? Apakah ada harapan
untuk berseminya suatu suasana hidup
baru
yang lebih mempererat persatuan dan
kesatuan
kita? Nampaknya kita masih lesu untuk
berpikir
bagaimana seharusnya. Kita sadar bahwa
perjuangan
kita untuk mencapai suatu visi hidup
baru
belumlah selesai dan masih di tengah
padang
pengembaraan yang maha luas. Karena
itu,
kita butuh perjuangan ekstra, kerja
sama
yang kondusif, sehat, dinamis, demokratif
dan kreatif. Kita butuh suasana yang
terbuka
satu sama lain dan dialog, agar dengan
demikian
Paska sebagai suatu visi hidup baru
dapat
dibuktikan di masa yang akan datang.
“Buanglah
ragi lama, agar kamu menjadi adonan
yang
baru” – 1 Korintus 5; 6-8.
|