KARISMATIK KATOLIK INDONESIA HOLY SPIRIT Room 0302, 3rd Floor, Holy Spirit Church, 248 Upper Thomson Road, Singapore 574371 |
|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
EDISI 12 | Maret 2003 | ||
|
|||
“Ingatlah, kita ini abu dan akan kembali
menjadi abu” Masa Prapaskah diawali dengan penerimaan
salib abu di dahi kita. Dalam liturgi, abu dipakai untuk mengungkapkan
rasa tobat dan penyesalan karena manusia
mengakui kerapuhan dan kelemahannya
(Yun
3:6) dan sekaligus melambangkan harapan
akan
kebangkitan, dimana segala sesuatu
akan lenyap
dan hangus oleh nyala api dan digantikan
oleh bumi dan langit baru (2 Ptr 3:10-13).
Dalam Kitab Suci, abu juga menjadi
simbol
kepedihan hati yang mendalam serta
silih
atas dosa (Bil 19:9, 17-18; Ibr 9:13). [1]“Ingatlah, kita ini abu dan akan kembali menjadi abu” (Kej 3 : 19). Kita menemukan kutipan ayat ini dalam kisah “manusia jatuh dalam dosa (Kej 3:1-24). Setelah Adam dan Hawa makan buah dari pohon terlarang, Tuhan memperlihatkan Diri dan menegur mereka. Ular pun ikut dikutuk (ay.14), Hawa dihukum, “dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu” (ay.16), demikian juga Adam, “dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu . . . dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” (ay.17,19). Tampak ada perbedaan sedikit, yaitu kata “debu” dengan “abu”, namun yang dimaksudkan kiranya sama, yaitu “tanah” atau benda mati. Kalau kita melihat tanah liat, kita hanya mendapatkan benda mati, tidak berbentuk, tidak menarik, bahkan bisa |
menjatuhkan sebab licin. Namun di tangan pemahat atau pematung, tanah
yang mati dan tidak berbentuk itu bisa
menjadi
hiasan yang hidup; entah berupa patung
manusia,
binatang atau hiasan dinding/ruangan
yang
sungguh menarik. Tanah yang mati diberinya “roh” oleh pematung,
sehingga menjadi suatu bentuk yang
“hidup”. Demikian juga, “Tuhan Allah membentuk manusia
dari debu tanah dan mengembuskan napas
hidup
ke dalam hidungnya; demikianlah manusia
itu
menjadi mahluk yang hidup” (Kej 2:7). |
|
Back to Mainpage |