BERBAHAGIALAH ORANG YANG MISKIN DIHADAPAN
TUHAN - Matius 5:3
(Romo J.Widajaka CM)
Arti kemiskinan. Kemiskinan yang dimaksud dalam Kitab Suci
jauh lebih dalam artinya daripada pengertian
manusia umumnya tentang itu, yaitu
keadaan
manusia yang serba kekurangan dalam
segi
keuangan maupun materi. Kemiskinan
dalam
Kitab Suci mengandung cita-cita positip.
Dalam Perjanjian Baru kita menjumpai
begitu
banyak ayat yang mewartakan :kemiskinan
demi
Kerajaan Allah”. Salah satu di antaranya
warta tentang Penampakan Tuhan atau
orang-orang
majus dari Timur. (Mt.2:1-12). Perikop
ini
memperlihatkan dengan jelas pengalaman,
arti,
serta nilai kemiskinan dalam penghayatan
cinta kristiani dan penyerahan diri
di dalam
iman.
Bahkan Allah Bapa sendiri memperlihatkan
kepada kita betapa pentingnya semangat kemiskinan
itu, sehingga Ia, di dalam melaksanakan rencana
keselamatanNya, memilih untuk menyampaikan
kabar gembira tersebut kepada seorang perawan
yang sederhana dan miskin, yang dalam penyelenggaraan
ilahiNya menentukan kelahiran Sang Anak Yesus
di dalam kepapaan, di kandang yang hina yang
serba minim dan kekurangan. Memang bagi orang
yang tidak beriman, peristiwa semacam itu
tidak masuk akal dan tidak bijaksana.
Demikian pula di dalam peristiwa “Penampakan
Tuhan”, timbul berbagai pertanyaan,
bagaimana
mungkin Sang Raja, Penyelamat, sudi
meninggalkan
segala kebesarannya untuk menganugerahkan
kekayaanNya kepada golongan rendah
tanpa
menuntut pujian, ganti rugi, balas
jasa ?
Ketiga orang majus dari Timur, dengan
dibimbing
oleh bintang, bukan munuju ke kota
atau ke
istana Raja, tapi dibimbing ke desa
kecil
terpencil, bahkan di dalam sebuah kandang
hewan.
Demikian pula Yusup melalui penampakan-penampakan
Malaikat dibimbing Tuhan untuk melanjutkan
penghayatan hidup miskin dengan setia
dan
penuh usaha serta senantiasa harus
bertahan
dengan tabah, yaitu ia harus menikah
dengan
Maria secara istimewa; ia harus mengikuti
perjalanan Maria ke Betlehem ke Tanah
asing,
Mesir, karena dikejar oleh Herodes,
dsb.
Dengan melihat begitu banyak pengalaman kemiskinan
hidup ini, kita disadarkan bahwa Kitab
Suci
menegaskan pentingnya nilai kemiskinan
ini.
Kristus bersabda mengenai sikap yang
penuh
percaya dari mahluk ciptaanNya, bahkan
burung-burung
di udara dan binatang buas (Mt.6:25-34).
Kristus dan pengikutNya hidup dengan
sangat
sahaja dari pendapatan bersama dan
dari apa
yang mereka terima dalam pelayanan
terhadap
yang miskin. Kristus menjanjikan berkat
kekuatan
kepada yang bersemangat miskin. Kristus
menanggapi
dan menawarkan semangat kemiskinan
sebagai
tantangan hidup sempurna kepada si
pemuda
kaya dengan mengajak membagikan hartanya
pada yang miskin (Mt.19:16-26). Kristus
juga
mengingatkan kita barang siapa mencintai
ayahnya, atau ibunya, atau saudara-saudaranya
lebih dari cintanya kepada Kristus,
ia tidak
layak menjadi murid-muridNya (Mt.10:37).
Bahkan, penyangkalan diri sampai habis
yang
Ia lakukan pada kayu salib itu. Semuanya
ini mendengungkan betapa pentingnya
serta
hakiki kemiskinan dalam kehidupan kristiani.
Di dalam ajaran Kristus untuk hidup miskin,
terkandung pula suatu harapan baru
bahwa
Tuhan menawarkan suatu jalan hidup
yang mampu
mengobati penyakit manusia yang kronis,
yaitu
nafsu tamak. Allah mengingatkan bahwa
untuk
dapat mengikuti Yesus, kita harus rela
melepaskan
segalanya untuk kemudian menghayati
kehidupan
yang kontemplatip bahkan dalam karya.
Dengan
demikian jelas bahwa bagi semua orang
kristiani
hidup menurut Injil senantiasa mengandaikan
tuntutan penghayatan hidup miskin.
Hidup
membiara (menjadi suster, bruder) merupakan
perwujudkan konkrit kehidupan kemiskinan
kristiani radikal yang dihayati dengan
suka
rela seturut jejak Kristus. Secara
teologis
kemiskinan kristiani radikal ini adalah
persembahan
seluruh tubuh dan apa yang dimilikinya
sebagai
sarana hidup berbakti di hadapan Allah
dan
di dalam dunia. Dan ini berarti ikut
berbagi
rasa dalam kemiskinan Kristus yang
“oleh
karena kita menjadi miskin, sekalipun
Ia
kaya, supaya kita menjadi kaya oleh
karena
kemiskinanNya” (2 Kor 8:9; bdk Mt 8:20).
|