KARISMATIK KATOLIK INDONESIA  HOLY SPIRIT
(KKIHS)
Room 0302, 3rd Floor, Holy Spirit Church
248 Upper Thomson Road, Singapore 574371


APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER

EDISI 10 Januari 2003

gelar didepan atau dibelakang namanya, untuk memberikan kesan yang berarti kepada orang lain. Juga kita sering lihat anak muda lelaki yang senang membayangkan dirinya mengendarai mobil yang "wah" supaya gadis gadis yang melihatnya akan ber decak bibirnya, karena kagum. Dilain pihak, orang sangat takut kalau dirinya itu dikecilkan. Banyak orang tersinggung kalau melihat teman yang lewat didepannya tanpa menyapanya. Tanpa melihat atau mengetahui keadaan temannya itu, dia langsung marah. Sikap membesarkan diri sendiri ini, konsisten dengan apa yang sering dikatakan oleh guru waktu saya belajar / kursus pelajaran agama, yang mengatakan  ...  human enjoys and likes playing God. Banyak yang tidak menyadari bahwa sikap inilah yang sering membuat manusia gagal. Jangan dipandang enteng bahwa banyak orang berpendapat bahwa, "kebesaran" ini harus dipertahankan dengan segala macam cara, kalau perlu, kita harus marah dan berkelahi.

Kebetulan, saya juga pernah membaca buku refleksi karangan Gerald Hughes, seorang imam di Amerika yang sering memberikan refleksi / retreat kepada mahasiswa. Dia mengajak kita untuk berimajinasi, bahwa Jesus datang berkunjung, yang diikuti dengan permintaan untuk menginap. Karena kita tahu siapa yang membuat permintaan, tentu saja kita tidak akan menolak. Kita bisa  bayangkan apa yang akan terjadi, begitu diketahui bahwa Jesus tinggal dirumah kita. Para pemuka agama datang menghadap Nya, pimpinan masyarakat, para selebriti begitupun juga pengusaha pengusaha yang berhasil. Tentu saja kita senang melihat orang orang penting tersebut datang kerumah kita, sehingga dapat berkenalan dengan mereka. Jesus, tidak dan tidak akan berubah seperti ditulis didalam injil, dia memperhatikan semua orang diseluruh lapisan masyarakat, tidak saja yang sukses, tetapi juga orang yang miskin , marjinal, para tuna wisma, kriminal termasuk para pelacur. Disinilah, sangat mungkin terjadi konflik dalam diri kita. Marilah kita bertanya dalam diri masing masing, apakah kelompok terakhir ini akan kita perbolehkan untuk datang kerumah kita, malahan masuk kedalam hati kita?

Dari contoh cerita diatas, kita dapat merasakan adanya conditioning, persyaratan, attachment didalam kehidupan rohani masing masing begitupun dalam bermasyarakat.

Misalnya saja, banyak orang mau melakukan persekutuan, tetapi orang orangnya harus diseleksi dahulu, harus yang berprofesi dan setingkat dan kalangan tertentu saja. Contoh lainnya, saya akan pergi ke misa, asalkan khotbahnya penuh humor, tidak monoton dan membosankan, begitupun lagu lagunya. Belum lagi ada orang yang senang memberikan perpuluhan, asalkan saja, usahanya terus maju. Sikap seperti ini, yang penuh dengan  asalkan , ...  jelas akan meng-kontaminasi malah meng-korup iman kita. Iman dan Tuhan dilewatkan melalui "saringan" yang dibuat manusia.

Sikap yang sama juga dapat membuat kita memiliki ekspektasi yang berlebihan, malahan tidak rasional lagi. Misalnya saja, dengan mengikuti jemaah tertentu, kita menjadi lebih selamat, bebas dari penderitaan, penyakit ataupun kesusahan dst. Saya pernah membaca suatu slogan dari sebuah gereja didekat rumah yang mengatakan, Jesus is always my only solution. Saya melihat dalam kehidupan  sehari hari ini, kita perlu memilah milah dengan baik, yang mana persoalan iman, kesehatan, ekonomi dan sebagainya. Apakah semuanya itu harus melewati Jesus?  Misalnya saja, kalau saya mengalami persoalan dalam pekerjaan ataupun keluarga, saya lebih cendrung untuk menemui seorang profesional dalam bidang ini.

Saya jadi ingat tulisan Anthony de Mello tentang orang yang berpendapat bahwa Tuhan selalu membebaskan manusia dari kesusahan. Dalam bukunya, dia menceritakan tentang orang yang meninggalkan sepeda yang  baru dibelinya, ditengah pasar untuk berbelanja. Setelah selesai berbelanja, saking sibuknya dia lupa dengan sepedanya dan terus pulang kerumah. Sesampainya dirumah, barulah dia teringat akan sepeda barunya, dan cepat cepatlah dia berlari kepasar. Dia mengira sepedanya telah dicuri orang dan, surprise surprise, ternyata sepedanya masih ada ditempat yang sama. Saking gembiranya dapat melihat sepedanya kembali, dia berlari lagi menuju gereja yang terdekat, mengucapkan terima kasih dan memuji Tuhan, karena telah menjaga sepedanya. Tetapi, waktu dia selesai berdoa dan ingin mengambil sepedanya, ternyata dia tidak dapat menemui sepedanya lagi, karena telah dicuri orang.

Dalam acara doa rosario bulan Desember lalu, renungan ini saya lontarkan untuk menyambut Natal dengan bercermin kepada kepada sikap Bunda Maria yang diberi kabar gembira oleh


Back to Mainpage