Kategori:
Hal. Utama
Tentang Kami
Events
Persekutuan
Sharing
Bacaan Rohani
Galeri
WebLinks
Newsletter
Buku Tamu
Iklan KKIHS
One Bread One Body


Room 0302, 3rd Floor, Holy Spirit Church - 248 Upper Thomson Road - Singapore - 574371



Berbahagialah orang yang Kaya Adakah Pintu Bagiku
Doa Bapa Kami Buku harian seorang Seminaris
Kekuatan Doa Mbah Sariyem
Kritik kepada Pastur Kamu harus memberi mereka makan
God Will Make A Way Baca Bible itu Sehat


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


BERBAHAGIALAH ORANG YANG KAYA


Ada 2 orang ibu, yang sama sama menunggui anaknya (SD)sekolah. Yang satu "kaya" , yang satu "miskin" (diberi tanda kutip karena artinya relatif). Ibu "miskin" memanfaatkan waktunya untuk berjualan makanan / jajanan, yang ditawarkan pada ibu-ibu lain. Suatu hari teramati situasi berikut. Ketika ibu "miskin" menawarkan jualannya, yang sampai menjelang jam pulang masih belum habis, ibu "kaya" mendengar dan mendekatinya. "Masih ada berapa bu, nasi kuningnya ?". Ibu "miskin" menjawab : "Masih delapan, bu".

Ibu "kaya" melanjutkan:"Sini, saya beli semua" katanya sambil menyerahkan uang delapan ribu rupiah. "Tapi, tolong bagikan ya, kepada mereka", katanya sambil menunjuk kepada para satpam dan petugas lain. Wajah ibu "miskin" sungguh cerah, karena dagangannya habis; padahal dari situ untungnya mungkin "cuma" 2 ribu rupiah.

Orang miskin berbahagia karena dapat mensyukuri yang sedikit. Para satpam tersenyum gembira, karena menjelang jam makan siang ada rejeki turun dari surga. Ibu "kaya" itu ? Ia juga berbahagia melihat semua itu. Uang sebegitu tadinya tidaklah memberikan kebahagiaan apapun baginya.

Andaikata uang itu hilangpun mungkin ia juga tidak akan tahu. Tetapi nyatanya dapat memberi arti buat orang lain. Beberapa ibu lain tersentuh hatinya, dan tergerak untuk berbuat baik.

Pemandangan semacam ini sering terjadi kan ?

Jadi, orang kaya adalah orang yang mampu membagi kebahagiaannya, juga orang yang merasa kaya (baca : mensyukuri) atas apa yang dimiliki / peroleh (ibu "miskin" dan ibu "kaya" dua-duanya kaya)

Sebaliknya orang miskin adalah orang yang tidak pernah tahu bahwa ia punya harta / karunia; dan karenanya selalu mengeluh atau menginginkan apa yang dimiliki orang sampai-sampai dia tidak punya waktu cukup untuk keluarga, orang-tua atau lingkungan karena terlalu stress cari uang; atau ia berpunya tetapi takut berkekurangan bila membaginya pada orang lain, atau merasa bahwa miliknya diperoleh dengan susah-payah jadi orang lain harus bersusah payah juga untuk mendapatkan.

Anda boleh kaya harta, tapi harus kaya juga dalam cara memanfaatkan harta.
Anda boleh miskin harta, tetapi kaya di hati dan di hadapan Nya.
Hidup orang kaya!

API KATOLIK adalah milis evangelisasi, bertujuan memperdalam iman Katolik. Moderator: Rm. Anton de Britto, CM (debrito66@hotmail.com).


kembali ke awal



ADAKAH PINTU BAGIKU


Perempuan di depanku wajahnya kuyu. Rambutnya agak acak-acakan, mungkin terkena angin dan tidak disisir lagi. Ada lingkaran hitam di sekitar matanya, mungkin kurang tidur, pikirku. Sebentar-sebentar dia melepaskan kaca matanya untuk menghapus air mata. Sudah berlembar-lembar tissue dia gunakan untuk mengeringkan air matanya. Aku hanya diam. Aku selalu tidak tahu apa yang harus aku katakan atau lakukan jika sudah menghadapi hal seperti ini. Kuhisap rokokku sambil menanti perempuan ini selesai menangis. Kubiarkan dia menumpahkan kesedihannya dalam tangis.

Setelah sesaat mulailah dia bercerita. Dia memperkenalkan namanya Retno dan berasal dari Sragen. Sudah hampir dua tahun lebih dia bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di sebuah perusahaan kosmetik. Tuntutan pekerjaan membuat dia berani tampil modis. Memakai pakai yang mini dan make up tebal. Padahal sebetulnya dia tidak suka dengan semua itu. Dia pun harus berani menawarkan produknya pada siapa saja yang lewat di dekatnya. Tidak jarang dia digoda oleh kaum pria yang iseng. Bahkan lebih parah lagi dia pernah diajak tidur. Seolah dia adalah perempuan murahan.

Semula dia menolak. Namun tuntutan untuk bisa hidup lebih layak dan keluhan dari orang tuanya yang miskin di Sragen, membuatnya terjebak. Suatu kali orang tuanya sakit keras dan membutuhkan biaya untuk perawatan di rumah sakit. Uang pensiun ayahnya yang hanya pegawai rendah di kecamatan, tidak cukup untuk membayar biaya rumah sakit. Jangankan membayar rumah sakit, untuk makan sebulan saja sudah tidak cukup. Dua kakaknya lelaki sudah menikah dan ekonomi mereka tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Dengan demikian kedua kakaknya tidak bisa diharapkan lagi untuk membantu orang tuanya.

Dalam kebingungannya seorang teman secara kasak kusuk menawarinya untuk menerima saja ajakan seorang pria. Setelah mengalami konflik batin akhirnya Retno menanggapi tawaran temannya itu. Uang yang diperoleh cukup besar, bahkan melebihi gajinya sebulan. Pertama dia melakukan hal itu, timbul kegundahan dalam hati. Selama beberapa hari dia gelisah. Akhirnya dia memutuskan untuk meneruskan pekerjaan itu. Kalau dia berhenti, toh dia sudah tidak perawan lagi. Sudah tidak akan ada lagi pria yang sudi menerimanya. Dia sudah kotor dan menjijikan. Perempuan rendahan yang tidak punya susila dan moral. Perempuan yang bisa dibeli.

Selama hampir setahun Retno melakukan pekerjaan ganda. Secara materi dia jauh lebih baik dibanding saudara-saudaranya. Dia mampu mengirim uang pada orang tuanya setiap bulan. Dia bisa membeli berbagai perhiasan. Bajunya cukup bagus. Dia sudah bisa kontrak rumah, semula dia hanya kost di sebuah kamar ukuran 2X3. Tapi dia sering gelisah. Dia takut orang tuanya tahu apa sebenarnya pekerjaannya. Dia tidak tahan selalu berbohong pada orang tuanya. Dia ingin cerita apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia tidak berani.

Suatu hari kakaknya mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan Retno di Surabaya. Ayah dan ibunya sangat terpukul. Dengan menangis Retno menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia menceritakan mengapa dia melakukan semua itu. Ayahnya sangat marah mendengar penuturannya. Dia tidak mau menerima apapun alasan yang dikatakan Retno. Baginya pekerjaan Retno sangat memalukan dan merendahkan martabat keluarga. Dia lebih baik mati dari pada sembuh dengan uang hasil dari perbuatan seperti itu. Retno terpuruk. Pengorbanannya selama ini hanya menghasilkan caci maki dan perkataan yang sangat menyakitkan hati. Tapi dia berusaha menerima semuanya itu. Caci maki ayahnya tidak hanya berhenti pada hari itu, namun terus dilanjutkan setiap ada kesempatan. Hal ini membuat Retno tidak tahan di rumah. Dia pergi kembali ke Surabaya. Tangisan ibunya tidak dia perhatikan lagi. Ibunya memang berusaha untuk memahami keputusan Retno, namun dia juga tidak kuasa akan kekerasan hati suaminya.

Namun di Surabaya Retno sudah memutuskan untuk melepaskan pekerjaannya. Dia ingin bekerja yang lain, meski harus mulai lagi dari nol dan gaji yang kecil. Dia tidak peduli. Keluar dari pekerjaan seperti ini ternyata tidak mudah. Beberapa pria masih berusaha menghubunginya lagi dengan segala rayuan. Teman-temannya juga tidak bisa mengubah pandangannya bahwa sekarang dia sudah ingin berhenti. Teman-temannya masih menganggap bahwa dia masih Retno yang dulu. Retno yang bisa dibawa oleh siapa saja yang punya uang. Retno murahan. Retno yang PS (pekerja seks).

Begitu sulitkah orang yang ingin bertobat? Apakah sekali orang jatuh dia akan selamanya jatuh? Begitu keluhnya. Aku diam. Banyak orang menilai seseorang dari masa lalunya. Dia mengikat orang pada masa lalunya. Sekali orang berbuat jahat, senantiasa dia akan dicurigai berbuat jahat. Dulu temanku seorang preman juga mau bertobat, tapi tidak mudah. Dia harus berhadapan dengan teman-temannya sendiri. Dia sampai dipukuli oleh teman-temannya, sebab dia berani melarang temannya yang akan mencopet seorang ibu. Pertobatan ternyata membutuhkan keteguhan dan keberanian.

Aku pikir jika Retno tidak tabah, maka dia akan jatuh kembali pada masa lalunya. Kini dia sudah berani untuk hidup serba kekurangan, namun teman-temannya dan keluarganya tidak bisa melepaskan dia dari masa lalunya. Dia sulit untuk melepaskan predikatnya sebagai PS.
Banyak orang menyerukan agar seorang pendosa bertobat, tapi banyak orang juga sulit untuk menerima orang yang bertobat. Seolah dia menawarkan pintu tobat, namun ketika orang yang berdosa datang, segera pintu itu ditutup kembali rapat-rapat. Pandangan penuh kecurigaan, ketidakpercayaan, pengungkitan masa lalu dan masih banyak kata dan sikap yang membuat seorang yang dicap pendosa merasa rendah dan merasa sia-sia pertobatannya. Buat apa bertobat jika semua orang masih memandangnya seperti dia yang dulu? Orang bertemu Yesus bisa bertobat, sebab Yesus tidak mengungkit lagi masa lalunya. Maria Magdalena yang dulu dibebaskan dari 7 roh jahat, ternyata diijinkan mengikuti dan melayani Dia.

Ternyata Maria Magdalena pula yang mendapatkan penampakan pertama ketika Yesus bangkit. Aku hanya mengandaikan seandainya semua orang berani melihat orang pada saat ini. Orang berani melepaskan orang dari masa lalunya yang kelam. Orang masih berani dan memberikan kepercayaan pada orang-orang yang pernah jatuh untuk memulai suatu hidup baru. Tentu akan banyak orang yang bertobat. Aku sadar aku pun sering melihat orang dari masa lalunya. Aku sering tidak iklas dan curiga ketika orang yang dulu pernah menipuku datang lagi untuk pinjam uang. Aku selalu langsung menuduhnya bahwa uang itu pasti tidak akan dikembalikan lagi. Jangankan sampai pinjam, baru mendengar orang itu datang saja aku sudah mengadilinya bahwa dia akan menipuku lagi. Aku tidak memberikan kepercayaan padanya. Padahal aku menyerukan agar orang bertobat.

Seandainya aku jadi Retno, aku juga akan pedih. Mungkin aku tidak tahan menahan pandangan orang yang melecehkanku karena masa laluku. Dulu aku juga pernah jengkel, ketika teman-temanku semasa sekolah meragukanku menjadi seorang imam, sebab dulu aku bukan anak yang soleh dan alim. Aku bersama teman-teman pernah mencuri ikan di tambak sampai pemiliknya merampas semua pakaian kami, sehingga kami pun harus telanjang bulat masuk kampung. Aku bersama teman-teman pernah ketangkap ketika sedang mencuri jambu air di rumah tetangga. Aku pernah dicaci maki seorang ibu ketika bersama teman-teman menggoda anak gadisnya yang sedang berjalan bersamanya. Aku bersama teman-teman pernah diskors sebab tawuran ketika main sepak bola antar kelas. Kenakalan seperti ini saja membuat orang tidak percaya bahwa aku sekarang memilih jalan hidup seperti ini, apalagi orang yang mempunyai masa lalu seperti Retno.

Yesus mengajarkan pengampunan sampai 70X7 kali. Namun itu tampaknya berat. Dia menunjukan bahwa sering kita mohon ampun pada Allah, namun kita tidak bisa mengampuni orang lain. Bahkan mengadili pendosa lebih kejam lagi (Mat 18:21-35). Apakah pintu tobat hanya terbuka jika kita berhadapan dengan Allah? Atau apakah hanya Allah yang sanggup memberikan peluang bagi orang yang ingin bertobat untuk memulai hidup baru? Apakah kita tidak bisa sedikit membuka pintu tobat bagi orang berdosa? Beranikah kita menerima Zakheus seperti Yesus menerimanya?

Yesus menghendaki agar kita mencari orang berdosa dan membawanya kembali kejalan yang benar. Kesukacitaan satu orang yang bertobat seperti kesukacitaan seorang menemukan kembali dirhamnya yang hilang. Bahkan Yesus berani meninggalkan 99 dombaNya demi mencari satu yang tersesat.

Beranikah kita mencari domba yang tersesat dengan meninggalkan 99 domba yang kita miliki. Aku sering enggan untuk melakukan ini. Bagiku lebih enak bergaul dengan 99 domba itu dari pada susah payah mencari satu yang hilang. Kalau toh yang hilang itu kembali aku akan memarahinya mengapa dia meninggalkan kelompoknya. Ini lain sekali dengan gambaran bapa yang baik hati. Dia tidak pernah menanyakan mengapa anaknya bisa berbuat jahat seperti itu. Dia tidak pernah menanyakan digunakan apa saja uang warisan yang dimintanya dulu. Hati bapa sangat suka cita begitu melihat anaknya kembali. Betapa indahnya peristiwa ini. Bapa ini bisa melepaskan masa lalu anaknya. Dia hanya memandang penyesalan dan ketulusan anaknya untuk kembali.

Retno hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang ingin bertobat namun kerap terhalang oleh sikap, pandangan dan gunjingan kita. Aku harus belajar menerima Retno dan menghargai dirinya yang mau bertobat. Memandang Retno yang menyesal dan ingin mengubah hidup. “Ampunilah dosa kami seperti kami pun mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Semoga hal ini bisa kulakukan dalam masa prapaskah ini.

salam
gani


kembali ke awal



BAPA KAMI


Injil Lukas 11: 1-13 ( Lihat juga Bapa kami dalam Mateus 6:9-13).
Saudara/i terkasih , tiap hari kita berdoa Bapa kami, mungkin ada yang benar-benar mendalami arti kata-kata yang ada di dalam Doa Bapa Kami itu , tetapi banyak juga yang kurang tahu secara jelas apa sih artinya ? Atau apa sih bagusnya ? Walaupun doa terus diucapkan tanpa peduli apa artinya, toh ini adalah doa yang diajarkan sendiri oleh Yesus pada para muridNya, tentunya bagus dong.

Di dalam Injil yang baru kita dengarkan ini murid-murid Yesus minta Yesus mengajar mereka bagaimana berdoa, sebagaimana Yohanes Pembaptis juga mengajari para muridnya berdoa. Persoalannya di sini ialah, apakah para murid Yesus itu tidak bisa berdoa ? Tentu saja bisa dong, tetapi persoalannya berdoa yang baik itu bagaimana ? Maka Yesus memberi contoh doa yang baik, sebagaimana yang kita kenal sebagai doa Bapa Kami (Lebih tepatnya jika Anda melihat Bapa Kami dalam Mateus 6:9-13). Jadi maksud Yesus bukan hanya doa Bapa Kami percontohan itu saja yang harus kita ketahui. Kita harus berdoa sendiri dengan pola yang diberikan oleh Tuhan Yesus. Mau mencontoh sama dengan yang diajarkanNya juga boleh, tetapi jangan hanya itu thok dong.

Apa sih bagusnya doa percontohan Yesus itu ? Nah mari kita otak-atik Doa Bapa Kami sebentar.

Bapa kami yang ada di Sorga,
Dimuliakanlah namaMu,
Datanglah KerajaanMu jadilah kehendakMu,
Di atas bumi seperti di dalam Sorga.
Berilah kami rejeki pada hari ini,
Dan ampunilah kesalahan kami,
Seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami
Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan
Tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.
Amin.

Nah marilah kita analisa satu persatu :

BAPA KAMI YANG ADA DI SORGA :
Kata BAPA itu sendiri sudah mengejutkan para murid Yesus. Mereka yang Yahudi itu, yang mana di dalam benak mereka sudah tertanamkan pengertian Tuhan yang Maha Besar dan Maha Agung, bertahta di langit, jauh di sana. Tetapi Yesus mengajarkan, Tuhan itu bapakmu, papamu, papimu yang ada di Sorga. Betapa kurang ajarnya istilah ini. Tuhan Yang Maha Besar itu dipanggil papi, yang begitu dekat dengan kita. Wah. Ini betul-betul baru bagi telinga dan hati para muridNya, tetapi demikianlah sebenarnya, Tuhan itu dekat, paggillah Bapak yang mencintaimu.

Mengapa BAPA KAMI, bagaimana kalau kita berdoa sendirian, bukankah seharusnya harus BapaKU, bukan Bapa KAMI.. Boleh, kita boleh berdoa dengan Bapaku, atau Babe Gue yang ada di Sorge. Silakan ngarang doa sendiri, Yesus hanya memberi contoh doa saja. Tetapi di sini Yesus sangat menekankan agar kita jangan suka berdoa sendiri-sendiri, berdoalah bersama saudara/i mu seiman bersama-sama. Tuhan senang dengan kebersamaan ini. Itulah sebabnya Yesus mengatakan : Dan lagi Aku berkata kepadamu : Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh BapaKu yang di Sorga. Sebab di mana dua atu tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka (Mat 18 : 19 - 20).

Ini bukan berarti kalau kita doa sendirian tidak didengar Tuhan, tetapi Tuhan menekankan betapa pentingnya hidup berkomunitas dengan sesama saudara/i seiman. Karena dulu saya pernah mengajak teman saya pergi menghadiri doa lingkungan, apa katanya ? Buat apa doa bersama, doa sendiri di rumah saja kan sama saja. Benar doa sendiri di rumah Tuhan juga akan mendengarkan, tetapi jika Anda mau bersama-sama saudara/i seiman bersekutu dalam doa, Tuhan akan lebih berbahagia dan lebih memperhatikan doa persekutuan kita. Itulah sebabnya Tuhan mengajarkan kita berdoa Bapa KAMI, bukan bapaKU yang ada di Sorga.


DIMULIAKANLAH NAMAMU, DATANGLAH KERAJAANMU.
Nah perhatikan betapa bedanya dengan doa kita yang biasa kita panjatkan. Kita biasanya kalau berdoa, selalu mendahulukan minta ini minta itu. Lihat, Yesus memberi contoh, jangan langsung mohon ini mohon itu, pujilah Tuhan pertama-tama. DIMULIAKANLAH NAMAMU, lalu DATANGLAH KERAJAANMU, Kerajaan Allah telah datang bersama datangnya Yesus ke dunia ini, tetapi itu baru awalnya, Kerajaan itu akan mencapai pemenuhannya pada kedatangan Yesus yang kedua. Itulah kerinduan kita, bahwasanya Tuhan meraja di hati kita dalam Rohnya yang akan selalu menjadi sumber kerinduan kita.

JADILAH KEHENDAKMU DI ATAS BUMI SEPERTI DI DALAM SORGA.
Nah ini yang sulit kita laksanakan, karena biasanya kita selalu mengharapkan kehendakKUlah yang terjadi, bukan kehendak TUHAN. Oleh karena itu mengapa kita susah mengucap syukur kepada Tuhan, karena kita hanya bisa berterima kasih kepada Tuhan jika kehendakKu terjadi, maka jika kehendakKu tidak terjadi, mana bisa kita MAKASIH sama Tuhan. Orang yang selalu murung hidupnya tanpa bisa bersuka cita itu kebanyakan ialah karena kehendaknya tidak terlaksana. Tetapi orang yang selalu berdoa, JADILAH KEHENDAKMU, insya Allah hidupnya selalu penuh dengan suka cita (walaupun tak punya uang, hehehe).

BERILAH KAMI REJEKI PADA HARI INI.
Nah.sekarang barulah kita boleh mohon rejeki.. Boleh minta rejeki duniawi, tetapi jangan lupa bahwa rejeki kita yang tak ternilai itu adalah ROH KUDUS sendiri.

DAN AMPUNILAH KESALAHAN KAMI, SEPERTI KAMI PUN MENGAMPUNI YANG BERSALAH KEPADA KAMI..
Permohonan bukan hanya mohon rejeki saja, tetapi jangan lupa mohon ampun. Jangan mengira Anda selalu bersih tanpa dosa, hingga layak minta ini dan minta itu. Buat dirimu pantas dulu di hadapan Tuhan, karena orang yang berdosa sebenarnya tak pantas berdiri di hadapan Tuhan, apa lagi minta rejeki macam-macam.. Selain itu juga berjanjilah bahwa kita juga akan mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Jadi TAKE and GIVE-lah, minta ampun dan memberi ampun. Kita jangan serakah hanya pandai minta saja tetapi tak pandai memberi. Oleh karena itu, jika kita tak bisa mengampuni orang lain, mbok ya jangan minta ampun pada Tuhan, karena pasti tak diberi. Pengampunan Tuhan akan datang jika kita sudah mengampuni orang lain.

DAN JANGANLAH MASUKKAN KAMI KE DALAM PERCOBAAN.
Sebenarnya jika kita mau Tuhan mengijinkan Setan mencobai kita dan kita bisa mengatasi sebagaimana AYUB, maka percobaan itu akan menguatkan kita. Tetapi jika tidak kuat atau tidak dapat mengatasi percobaan itu hasilnya fatal, jangan-jangan kita bisa semakin menjauhi Tuhan. Maka paling aman ya mohon Tuhan agar tidak mengijinkan Setan mencobai kita. Sebagaimana apa yang saya alami, kadang- kadang panggilan imamat saya dicobai dengan kehadiran gadis-gadis yang punya potensi untuk membuat saya FALL IN LOVE, walaupun saya sering mengatakan NO PROBLEM saya bisa mengatasinya, tetapi juga ada rasa takut, siapa tahu pada suatu saat saya betul-betul FALL.alias tak mampu mengatasinya, maka paling aman mohon sama Tuhan jangan masukkan kami dalam percobaan itu, siapa tahu saya bisa jatuh. (jangan sombong nih!).

TETAPI BEBASKANLAH KAMI DARI YANG JAHAT.
Wah kalau yang ini jangan main-main. Sebagaimana peringatan Santo Petrus : Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-ngaum dan mencari orang yang dapat ditelannya. ( 1 Ptr: 5 : 8 ). Bebaskanlah kami ya Tuhan, Amin.

Romo Anton De Britto CM


kembali ke awal



BUKU HARIAN SEORANG SEMINARIS


Tuhan,
Tadi pagi Kau bangunkan aku lewat kokok ayam di luar jendela kamarku. Pagi masih gelap. Matahari belum terbangun, sama seperti mereka yang barangkali masih bertualang di alam mimpi. Memang, inilah rutinitasku sebagai seorang seminaris. Sedikit berbeda dari kehidupan orang biasa. Namun, hari ini romo memberi kami satu hari yang bebas. Setelah sarapan pagi kami boleh melakukan apa saja yang kami mau asalkan tidak merugikan orang lain.

Tuhan, hari bebas ini kupergunakan untuk keluar dari keheningan seminari dan aku berjalan di antara hiruk-pikuknya kota jakarta. Kulihat banyak orang lalu-lalang membiayai hidup. Asap polusi sedikit mengaburkan pandangan mataku karena roda kehidupan yang terus berputar. Lalu kuarahkan langkahku ke suatu tempat dan kutengok suatu sudut dekat jalan raya. Ah, warung pojok itu masih ada. Itu salah satu tempat dimana aku sering mangkal bersama teman-temanku dulu. Di sana pula masih kutemukan wajah-wajah mereka.

Tuhan, alangkah senangnya dapat berkumpul lagi bersama mereka, membicarakan tingkah-tingkah kami yang nakal dulu, menertawakan masa-masa yang telah lewat, sampai akhirnya kami berbincang soal jalan hidup manusia.

Mereka semua serentak berpaling kepadaku dan bertanya “Mengapa engkau memilih jalan hidup seperti itu?” dan aku menjawab “Karena itu panggilan Tuhan yang hendak membawaku kepada kebahagiaan” dan sedetik kemudian kudengar gelak tawa mereka. Mereka memandangku seakan-akan aku adalah seseorang yang aneh karena memilih hidup selibat, sementara orang memikirkan keluarga yang bahagia dan sejahtera dengan istri yang cantik dan anak-anak yang manis. Mereka menganggap aku orang yang bodoh dan tolol karena memilih mengekang diri dengan segala aturan yang ketat di seminari, padahal sebenarnya aku bisa bebas dan berbuat apa saja yang aku inginkan seperti mereka. Merasakan asyiknya menjadi penguasa harta benda, menikmati indahnya masa muda, dan merasakan betapa menyenangkannya bila sedang kasmaran dan jatuh cinta. Mereka juga mengatakan betapa aku akan merasa rugi hidup dalam ketaatan penuh, disuruh ini dan itu, disuruh kesana kesini, belum lagi kalau melakukan kesalahan, sudah dimarahi oleh romo dan frater, masih juga ditambah hukuman yang aneh-aneh.

Tuhan, semua ini membuat aku kesal, iri dan tergoda. Terlebih ketika mereka mencemoohkan aku dengan beranggapan bahwa aku orang yang abnormal karena mencari kebahagaiaan di antara kesulitan, penderitaan, dan kesengsaraan. Hampir saja aku menyuruh mereka untuk berhenti berceloteh dan melontarkan kata-kata yang kasar untuk membalas semua perkataan mereka.

Tuhan, tak mungkin aku memungkiriMu tentang hal ini, namun aku yakin, Engkau pasti tahu, bahwa sesungguhnya aku pun ingin merasa bebas, aku juga ingin hidup seperti layaknya orang muda, aku ingin terlena oleh kebahagiaan duniawi. Aku ingin hidup seperti dulu. Tidak banyak aturan, tidak banyak tuntutan, tidak banyak persyaratan. Aku ingin hidup sebagaimana adanya teman-temanku dan menikmati masa mudaku dengan keceriaan.

Namun, sore tadi aku pulang dan merenungkan kembali panggilanMu dan jalan hidupku. Aku menyadari betapa sulitnya perjuangan yang telah kulakukan untuk menjawab bisikanMu, ketika aku harus memohon restu dari orangtuaku karena aku anak semata wayang, juga teman-temanku yang selalu butuh canda tawaku, dan yang paling sulit adalah ketika aku pada akhirnya harus berhadapan lagi dengan diriku sendiri yang bergulat dalam keragu-raguan, sampai akhirnya aku kembali kepadaMu, pasrah terhadap kehendakMu, Tuhan.

Aku melihat bahwa semua ini terjadi karena keegoisan. Semua yang dipikirkan hanyalah aku dan diri mereka sendiri. Sungguh sulit rasanya untuk membuka mata mereka bahwa masih ada dunia yang memerlukan aku dan diri mereka sendiri. Aku tak tahu bagaimana caranya menerangkan kepada mereka bahwa mereka dapat menjadi berkat dan perpanjangan tanganMu bagi banyak orang. Bagaimana aku dapat menjelaskan misteri panggilanMu yang bergema di hati setiap orang, dimana Engkau menyediakan kebahagiaan dengan cara yang amat ajaib dan istimewa.

Tuhan, meski batinku bergolak pada hari ini, tapi lewat rutinitasku sebagai seorang seminaris, aku dapat sering bertemu denganMu dan itu semua menyadarkan aku bahwa sebenarnya aku merasa bahagia. Aku bahagia melewatkan hari-hariku dengan bekal untuk menjadi seorang imam. Aku bahagia berada dalam lingkaran kemiskinan, ketaatan dan kemurnian, bahkan aku khawatir kalau-kalau ada yang merampas kehidupan yang membuat aku menjadi bahagia, sekalipun aku tak mengerti apa yang membuatku bahagia. Tuhan, bisikanlah suaraMu pada mereka dan tunjukkan jalan kebahagiaan yang Kau sediakan bagi mereka. Semoga dengan rela mereka mau menyerahkan dirinya kepadaMu dan ikut dalam mewujudkan kerajaanMu di dunia ini demi kegahagiaan setiap insan dan kemuliaan namaMu.

Tuhan, satu hari ini sudah hampir lewat. Biarlah kututup sementara buku harian ini dan esok sudilah engkau isikan halaman-halaman berikutnya lewat hari-hariku yang membahagiakan.

rin-rin


kembali ke awal



KEKUATAN DOA


Maria adalah ibu dari dua orang anak. Anak pertamanya perempuan dan sudah duduk di kelas IV SD. Anak keduanya laki-laki dan masih duduk di kelas II SD. Malam itu Maria sedang mempersiapkan diri untuk berdoa malam. Dia meletakan patung Maria Medali Wasiat yang sudah bocel-bocel kecil dibeberapa tempat, di sebuah meja kecil di sudut ruang. Itulah satu-satunya meja yang dimilikinya. Dua buah lilin kecil dinyalakan di kiri kanan patung itu. Maria melihat Yo anaknya yang paling kecil masih tiduran di lantai. Rumah Maria jika bisa disebut rumah, hanyalah sebuah kamar berukuran 4 X 5. Ruangan itu sesak dengan lemari pakaian, tempat peralatan makan dan masak, tempat buku dan meja kecil. Maka tidak ada tempat tidur. Maria dan kedua anaknya tidur di lantai yang beralaskan plastik tebal.

“Yo ayo kita doa,” ajak Maria. Yo tidak menjawab. Dia masih tenggelam dalam khayalannya mengendarai mobil. Di tangannya ada sebuah mobil plastik usang yang digerak-gerakan. Eli kakak Yo sudah mengambil sikap doa di depan patung Maria. Maria mengambil mobil mainan dan dengan paksa mengajak Yo untuk berlutut di depan patung Maria.

“Aku nggak mau berdoa,” kata Yo. Eli memandang jengkel pada Yo.

“Dengan berdoa kamu bisa minta apa saja yang kamu inginkan dan Bunda Maria akan memberikan apa yang kamu inginkan.” Eli mencoba menjelaskan pentingnya doa bagi Yo.

“Bunda Maria tidak punya apa-apa.” Jawab Yo. “Lihat aja tanganya sudah dibuka semuanya. Satu-satunya apel yang dimilikinya juga sudah jatuh dimakan ular.” Yo menunjuk pada patung Maria Medali Wasiat. Dalam patung itu memang posisi Maria berdiri dengan tangan terbuka. Sedangkan kakinya menginjak ular yang sedang memakan sebuah apel.

“Maria memang tidak mempunyai apa-apa Yo,” kata Maria menjelaskan. “Dia hanya membantu doa kita. Kalau Yo berdoa, maka Maria juga akan berdoa bersama Yo. Kita berdoa bersama Bunda Maria agar permohonan kita semakin didengarkan Allah, sebab Allah lah yang mempunyai segala sesuatu di dunia.” Maria memandang Yo sejenak. “Sekarang ayo kita berdoa. Nanti Eli yang pertama mengatakan permohonan setelah itu kamu Yo”

Mereka berdoa 10 Salam Maria dan Bapa Kami. Lalu Eli menyatakan permohonannya agar dia bisa menjanlankan ulangannya besok dengan berhasil. Setelah Eli selesai, Yo masih diam saja. Sambil berbisik Maria mengatakan agar Yo menyatakan permohonannya. Dengan terpaksa Yo berdoa.

“Bunda Maria, sudah lama bapak tidak pulang. Kalau dia pulang sering kali mabuk dan marah-marah. Aku dan Mbak Eli sering dipukul. Aku minta agar bapak tidak lagi suka mabuk dan marah-marah pada ibu, tidak memukul aku dan Mbak Eli lagi. Aku sayang bapak tapi mengapa bapak tidak sayang padaku? Amin” tanpa terasa air mata mengalir di pipi Maria.

Sudah lama suami Maria terkena PHK. Dia sudah berusaha melamar kerja dimana-mana namun sampai sekarang tidak ada panggilan. Seolah semua jalan menjadi buntu. Dia juga sudah berusaha mencoba untuk jualan dan usaha lain, tapi gagal dan terbentur tidak ada modal. Dalam kefrustasian akan hidup, dia menjadi suka mabuk. Dia menjual apa saja untuk membeli minuman keras dan mabuk bersama beberapa orang pengangguran lain. Dia memaksa Maria untuk memberinya uang. Padahal Maria harus bekerja keras sebagai tukang cuci pakaian beberapa tetangga dan masih berjualan kue di pasar. Kue itu dia buat sendiri, sehingga sejak dini hari sampai larut malam Maria bekerja keras. Namun uang hasil kerja itu sering diminta paksa oleh suaminya untuk membeli minuman. Jika tidak diberi, maka dia akan marah. Salah satu sasaran kemarahan adalah dengan memukul atau mencaci maki kedua anaknya. Jika sudah demikian, maka Maria akan berusaha memberi uang agar suaminya itu segera pergi dari rumah.

Maria tidak tahan melihat penderitaan anak-anaknya, namun dia tidak kuasa untuk mengubah hidupnya. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi caranya agar semua ini berubah. Dia sudah bekerja keras dari pagi sampai dini hari lagi. Tapi penghasilan masih kurang saja. Selain itu ronrongan suaminya dan sikap kasarnya pada anak-anak membuatnya semakin tertekan. Maka satu-satunya jalan dia memasrahkan semua beban hidupnya pada Tuhan. Dia yakin bahwa Tuhan tidak akan membiarkannya sendirian dalam menghadapi semua penderitaannya ini. Dia ingat kotbah seorang imam, bahwa Yesus datang pada para murid ketika mereka sedang dalam badai. Maria membayangkan dirinya dalam badai yang sangat menakutkan. Dia berharap Tuhan datang untuk menenangkan badai itu. Dia berharap tangan Tuhan berkarya dalam hidupnya.

Permohonan dari Yo membuat Maria tidak kuasa menahan air matanya. Dia melihat anak dengan berlinang air mata. Yo yang masih membutuhkan belai kasih ayahnya, namun sebaliknya dia sering mendapatkan pukulan dan caci maki. Bukan kesalahan Yo, tapi kesalahan suaminya. Kesalahan suaminya yang tidak tahan menghadapi kehidupan yang sangat pahit ini. Yo masih terdiam dengan mata terpejam. Dia berharap Bunda Maria akan berdoa bersama dengannya. Keadaan sunyi. Semuanya terdiam dalam doanya masing-masing. Tiba-tiba pintu terbuka, seorang lelaki kumal terdiam di muka pintu. Pakainnya kotor dan wajahnya kuyu. Mulutnya bau minuman keras tanda habis minum minuman keras. Dia berdiri sambil berpegangan tiang pintu. Dia kelihatan mabuk keras. Maria dan kedua anaknya menjadi takut. Kehadiran suaminya hanya menebarkan rasa takut yang mencekam. Sejenak mereka hanya saling memandang. Dengan terhuyung lelaki itu berjalan ke arah Yo yang sudah ketakutan sekali.

Tiba-tiba lelaki itu berteriak keras dan menangis. Dipeluknya Yo dan Eli sambil menangis keras. Dia tidak peduli suaranya akan didengar oleh banyak orang. Dia tidak malu akan semuanya itu. Saat itu dia tidak bisa berkata apa-apa selain menangis. Dia ingin melepaskan beban kepedihan dalam hatinya. Yo dan Eli juga ikut menangis, meski mereka tidak tahu persis mengapa menangis. Mereka hanya terbawa oleh ayahnya saja.

Sebetulnya ayah mereka sudah agak lama di muka pintu. Dia hanya bersandar di dinding rumah, sebab tidak mampu lagi membawa tubuhnya masuk rumah akibat mabuk berat. Setengah sadar dia mendengar percakapan istrinya dengan anak-anaknya. Hatinya menjadi hancur ketika mendengarkan doa Yo. Hatinya merasa seperti ditusuk pedang yang tajam. Perih sekali. Dia malu pada dirinya sendiri. Dia sadar bahwa selama ini dia telah menyepelekan cinta anak-anaknya dan membalas cinta istrinya dengan kekasaran dan caci maki. Dia telah salah memperlakukan anak dan istrinya. Doa Yo seperti pedang yang menghancurkan dirinya dan membuatnya sadar bahwa dia telah meninggalkan dan menyiksa mereka selama ini.

salam,
yang lagi ngimpi
gani


kembali ke awal



MBAH SARIYEM


Aku berdiri di depan pintu pasturan sambil menikmati rokok. Sudah hampir setengah jam aku menunggu hujan reda tapi mendung putih masih bergantung di langit pertanda hujan masih agak lama baru reda. Memang tidak deras, tapi cukup untuk membuat badan basah kuyup. Padahal sejak tadi kunci sepeda kotor sudah ada di tangan dan tas kain sudah tersampir di pundak. Aku sudah siap berangkat untuk bertemu dengan teman-teman membicarakan hasil penjualan kerajinan tangan dari stick ice cream dan parcel. Mereka pun sudah telpon apakah aku jadi kesana atau tidak. Kata mereka daerah sekitar sekretariat tidak hujan. Hujan saja kok tidak merata, batinku.

Tiba-tiba mataku tertuju ke sudut gedung balai paroki. Dalam keremangan sinar lampu halaman dan mataku yang sudah agak kabur, aku melihat secara samar seorang ibu tua duduk di sudut gedung balai paroki yang tidak jauh dari tempatku berdiri. Sepintas dandanan ibu ini seperti ibu-ibu yang ada di desa. Dia memakai kebaya dan ada sebuah keranjang yang diikat oleh seledang di punggungnya. Dia duduk melipat diri berusaha menghindari air hujan. Aku rasa dia bukan umat sini.

Kuhampiri dia dan kuajak masuk ke ruang tamu pasturan. Ibu tua ini bernama Mbah Sariyem. Rumahnya di daerah Rungkut Tambak. Suatu tempat yang sangat jauh dari sini. Aku sendiri tidak tahu dimana persisnya daerah itu. Aku hanya tahu daerah Rungkut Industri, sebab dulu sering berkumpul dengan kaum buruh di sana. Katanya dari pabrik-pabrik itu masih jauh lagi. Jika daerah Rungkut Industri saja dari sini sudah sekitar 10 km, maka rumah Mbah Sariyem pasti lebih dari 15 km dari sini.

Mbah Sariyem cerita bahwa dia tadi berangkat dari rumah pada pagi hari. Tujuannya mencari zakat fitrah. Ternyata semua masjid belum membagikan zakat fitrah, maka Mbah Sariyem terus berjalan mencari tempat yang membagikan zakat fitrah. Setelah capek berjalan kaki, Mbah Sariyem lalu naik bis kota. Dia tidak tahu arah bis kota dan oleh kondektur bis diturunkan di pompa bensin. Katanya dia lama duduk di pompa bensin tanpa tahu harus pergi kemana. Kebetulan ada tukang becak yang lewat daerah situ dan bertanya mengapa di tengah hujan Mbah Sariyem duduk-duduk di tepi jalan. Setelah tahu bahwa Mbah Sariyem mencari zakat fitrah, maka oleh tukang becak diantar ke gereja, sebab memang tukang becak ini biasanya mangkal di depan gereja. Katanya gereja sering membagikan zakat fitrah kalau mau Natal.

Mbah Sariyem bukan seorang Katolik. Dia tidak tahu kapan hari Natal apalagi arti Natal. Baginya hanya berharap ada orang yang memberinya zakat fitrah menjelang hari lebaran ini. Mbah Sariyem ingin merayakan lebaran secara sederhana, tapi tidak mempunyai uang sama sekali. Maka dia mencari zakat agar pada hari lebaran nanti dia bisa sedikit makan yang layak. Setelah mendengarkan kisahnya kuambilkan beberapa kilo beras dan beberapa bungkus mie instant.

Mbah Sariyem mengucapkan terima kasih berulang-ulang. Wajahnya tampak sangat gembira akhirnya dia mendapatkan zakat fitrah yang dia cari sepanjang hari ini. Ketika pamitan Mbah Sariyem kutanya akan naik apa? Dengan sederhana dia mengatakan akan jalan asal aku memberi tahu arah daerah Rungkut Tambak. Dia tidak mau naik angkutan lagi. Takut diturunkan di sembarang tempat. Gila pikirku. Dalam hujan begini dia akan jalan kaki sejauh 15 km? Padahal usianya sudah tua dan harus membawa beras yang kuberi.

Aku yakin Mbah Sariyem tidak mengada-ada. Dia tidak meminta uang ongkos jalan. Dia sudah sangat bersyukur dengan barang yang kuberi dan ingin segera pulang. Sial pikirku. Apakah aku harus ke sekretariat atau mengantar Mbah Sariyem. Tidak mungkin dia kugoncengkan sepeda motor di tengah hujan seperti ini. Pertama tentu dia akan takut dan aku bisa kerepotan memboncengkan orang yang takut. Kedua, kami berdua bisa basah kuyup. Maka kubatalkan acara di sekretariat dan kuantar Mbah Sariyem naik angkutan kota.

Dalam perjalanan Mbah Sariyem mulai cerita tentang hidupnya. Dia tidak tahu tahun berapa dia lahir. Dia hanya ingat bahwa ketika jaman Jepang dia sudah besar dan ikut antri beras di Ngawi. Kalau jaman Jepang saja dia sudah besar dan bisa antri minyak, mungkin Mbah Sariyem lahir sekitar tahun 1930 an berarti usianya sudah hampir 70 an tahun. Setelah merdeka dia menikah dengan seorang petani tetangga desanya. Dia mempunyai beberapa anak tapi yang hidup sampai sekarang tinggal dua orang anaknya yang lelaki.

Mereka sekarang sudah berkeluarga dan tinggal di Kalimantan. Suaminya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Ketika kutanya mengapa tidak ikut anak-anaknya saja, Mbah Sariyem mengatakan dia kapok ikut anak-anaknya.

Dulu setelah suaminya meninggal Mbah Sariyem ikut anaknya yang tertua di Kalimantan. Tapi hanya beberapa bulan saja, sebab dia diusir oleh menantunya dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Maka dia kembali ke Jawa tanpa bekal uang sama sekali. Beberapa bulan dia menggelandang di sekitar pelabuhan Tanjung Perak sampai akhirnya dia tersesat di daerah Rungkut Tambak. Untuk menghidupi dirinya Mbah Sariyem mencari kangkung di persawahan dan menjualnya di pasar atau para tetangga.

Dengan berlinang air mata Mbah Sariyem cerita bahwa setiap hari lebaran seperti ini dia berharap ada anaknya yang datang. Dia ingin seperti para tetangga yang setiap hari lebaran dikunjungi oleh anak dan cucunya. Mbah Sariyem tidak berharap kalau anaknya datang membawa banyak barang sebagai oleh-oleh. Dia hanya ingin anaknya hadir di hari lebaran. Tapi harapannya tidak pernah terkabul. Sudah bertahun-tahun anaknya tidak pernah mencari atau memberi kabar. Ketika kutanya apakah anaknya tahu dimana tempat tinggalnya? Mbah Sariyem hanya menggelengkan kepala. Kupikir bagaimana anaknya bisa datang kalau alamatnya saja dia tidak tahu. Apakah Mbah Sariyem tahu alamat anaknya di Kalimantan? Katanya dulu pernah tetangganya membantu menuliskan surat untuk anaknya, tapi tidak pernah dibalas. Dan sekarang alamat anaknya sudah hilang.

Dengan pasrah Mbah Sariyem mengatakan ya sudah nasibku memang harus begini. Sambil mendengarkan kisah hidupnya aku jadi termenung. Aku bisa merasakan betapa pedih hati seorang ibu yang diusir oleh menantu. Betapa sedih hati Mbah Sariyem yang senantiasa berharap anaknya datang di hari lebaran tapi yang dinanti tidak pernah datang. Betapa sunyinya kehidupan Mbah Sariyem tanpa sanak saudara di hari tuanya.

Aku terbayang kembali kesedihanku di malam Natal ketika menjalani masa novisiat di Philipina. Saat itu semua teman Philipina boleh pulang. Rumah novisiat yang semula ramai menjadi sepi. Sambil menonton TV aku membayangkan teman-teman sedang berbahagia berkumpul bersama keluarga dan teman-teman mereka. Aku teringat pada keluarga dan teman-teman di Indonesia. Saat itu aku merasakan kesepian dan kepedihan hati harus melalui malam natal sendirian di rumah hanya berteman TV.

Melihat Mbah Sariyem aku jadi tersenyum. Mentertawan diri sendiri, sebab sampai saat ini kalau ingat natalan di novisiat aku masih sering jengkel. Kini dihadapanku duduk seorang ibu tua yang senantiasa melewati hari lebaran dalam kesendirian. Aku hanya sekali kesepian di malam Natal, sedangkan Mbah Sariyem harus berulang kali melewati hari lebaran dengan rasa sepi dan kepedihan hati. Tapi Mbah Sariyem tetap tabah dan tetap berharap bahwa suatu saat nanti anaknya akan datang pada hari lebaran.
Aku jadi kagum dengan Mbah Sariyem yang tidak putus asa. Seorang perempuan tua yang sudah mengalami pedihnya hati sebab diusir oleh menantu dan harus melewati hari-hari tuanya dengan kerja keras dan kemiskinan, tapi tetap memiliki harapan.

Cerita Mbah Sariyem membuatku termenung. Mengapa anak-anak Mbah Sariyem begitu tega terhadap ibunya? Tapi apakah memang anaknya begitu kejam sehingga tega mengusir ibunya yang sudah tua? Seandainya memang Mbah Sariyem itu jahat dan mengganggu kehidupan rumah tangganya, apakah pengusiran itu sudah pantas sebagai hukuman? Akhirnya aku capek dengan berbagai pertanyaan yang muncul dalam benakku. Pertanyaan yang tidak mungkin kupecahkan dan kujawab.

Apakah kisah Mbah Sariyem itu menyiratkan generasi saat ini yang kurang perhatian terhadap orang tua? Kisah Mbah Sariyem ini bukan kisah pertama yang kudengar, sebab beberapa kali aku berkunjung pada orang tua-tua dengan kisah yang hampir sama. Mereka merasa ditinggalkan dan dilupakan oleh anak-anaknya. Pernah aku menyatakan pada seorang mengapa dia tidak memperhatikan ibunya yang sudah tua. Dengan agak tersinggung orang itu balas menegurku bahwa aku tidak tahu apa yang telah dia lakukan. Dia sudah menyisihkan sebagian penghasilannya untuk biaya pengobatan ibunya dan semua keperluan ibunya sudah dipenuhi. Dia juga sudah membayar seorang suster untuk merawat dan menjaga ibunya siang malam. Jadi cerita ibunya itu tidak benar. Mendengar semua itu aku jadi trenyuh, sebab yang dibutuhkan oleh ibunya bukan barang-barang, suster perawat atau pengobatan yang baik, tapi kehadirannya. Hal inilah yang sulit sebab dia sibuk dengan pekerjaan.

Aku yakin Mbah Sariyem bukanlah satu-satunya orang tua yang harus melewati masa tua dengan kesunyian dan kepedihan hati. Aku yakin banyak kaum tua yang ditinggalkan dan dilupakan oleh anak-anaknya. Mereka bisa berada di rumah-rumah panti jompo, rumah-rumah megah atau terpuruk di gubuk-gubuk kumuh seperti Mbah Sariyem. Aku jadi teringat cerita temanku di Chichago bahwa banyak orang sana sekarang lebih menyukai memelihara anjing dari pada mempunyai anak. Apakah karena mereka takut mengalami hal seperti Mbah Sariyem? Aku tidak tahu.

salam,
gani


kembali ke awal



KRITIK KEPADA PASTUR


JANGANLAH PERNAH, seseorang menyerang Pastor, walaupun ia dalam kesalahan. Melainkan berdoalah dan melakukan kurban untuknya, agar aku menganugerahkan rahmatKu lagi. Ia sendiri sepenuhnya mewakili Aku, walaupun ia tidak hidup menurut teladanKu.

Ketika seorang Pastur berdosa, hendaklah kita mengulurkan bantuan MELALUI DOA DAN BUKAN MELALUI SERANGAN! Aku sendiri yang akan menjadi hakimnya, TAK ADA YANG LAIN SELAIN AKU!

Siapa pun menghakimi seorang pastur, juga menghakimi Aku; anakku, jangan biarkan seorang pastur diserang, bela lah dia.

Anakku, jangan lah menghakimi Bapa Pengakuanmu, melainkan doakan lah dia dan persembahkanlah dia setiap hari Kamis dalam Komuni Kudus dan melalui perantaraan Bunda yang terberkati.

Jangan lah mendengarkan perkataan yang tidak baik menganai Pastur, dan janganlah menjelek-jelekken dia, WALAUPUN JIKA ITU MEMANG BENAR. Semua pastur adalah Pelayanku, dan HatiKu akan sakit dan terhina karenanya. Apabila kamu mendengar kejelekannya, doakan lah sebuah SALAM MARIA.

Apabila engkau melihat seorang Pastur yang mempersembahkan Misa Suci dengan tidak layak, janganlah berkata apa-apa tentang dia, melainkan mengadu lah kepadaKu saja. Aku berdiri di sampingnya di altar.

Doakanlah para pasturku, agar mereka mencintai kekudusan diatas segalanya, agar mereka merayakan Misa Kudus dengan hati den tangan yang kudus. Sungguh Kurban Kudus adalah satu dan sama walau pun dipersembahkan oleh seorang pastur yang tidak layak. Rahmat yang diperoleh umat tetap akan sama.

Bunda Maria, Ratu para imam, doakanlah mereka.
Dari : Buku doa PIETA


kembali ke awal



KAMU HARUS MEMBERI MAKAN


Aku masuk ke sebuah ruangan yang dulu menjadi tempat mangkalku. Beberapa orang masih mengenaliku. Melihatku datang maka terjadilah pembicaraan yang tidak jauh dari persoalan perburuhan. Memang dulu kami sama-sama menangani buruh di Tangerang. Inti pembicaraan adalah situasi saat ini dimana banyaknya demo buruh akibat perlakuan tidak adil yang mereka terima dan kondisi ekonomi yang semakin tidak menentu. Saat ini banyak buruh yang di PHK. Seorang teman dari Batam menceritakan bahwa baru-baru ini sebuah pabrik eletronik yang sangat terkenal mengurangi 3000 karyawannya. Ini menambah jumlah pengangguran di Batam yang sudah cukup banyak, sehingga setiap hari banyak orang bergerombol di tepi jalan untuk mencari pekerjaan. Teman dari Tangerang juga menceritakan banyak pabrik yang ditutup, sehingga buruh-buruhnya dipulangkan. Aku pun tidak mau kalah. Aku menceritakan di Surabaya juga baru-baru ini ada pabrik sepatu terkenal yang bangkrut, sehingga ribuan buruhnya di PHK tanpa uang pesangon yang berarti.

Padahal saat ini orang mulai bingung mencari uang untuk urusan sekolah anak-anaknya. Pembicaraan kami berputar-putar menunjukan keprihatinan. Tapi tidak ada satu pun jalan keluar yang dapat kami temukan. Akhirnya aku pulang begitu saja. Memang aku datang ke sana bukan untuk membicarakan soal buruh yang di PHK atau peraturan mentri nomor 78 tahun 2001 yang dituntut agar dicabut. Aku ke sana hanya untuk mampir setelah sekian lama tidak mengunjungi mereka. Urusan buruh bukan lagi bidangku. Biarkan buruh menjadi urusan mereka dan orang-orang yang mengklaim diri sebagai pembela buruh. Buruh yang ter PHK adalah urusan SPSI dan pemerintah. Dalam perjalanan pulang, sopir mobil yang kutumpangi menceritakan betapa beratnya hidup di Jakarta saat ini. Dia bersyukur bahwa masih dapat pekerjaan dan penghasilan, meski upah yang dia terima tidak sebanding dengan kenaikan barang-barang dan tuntutan kebutuhan saat ini. Aku hanya mendengarkan saja keluhannya. Bagiku semuanya masih terasa jauh. Aku tidak tersentuh dengan semua persoalan itu. Aku masih aman dengan apa yang ada padaku.

Injil hari ini menyentakku. “Kamu harus memberi mereka makan!” ini perintah Yesus. Bukan hanya pada para murid, namun juga padaku yang sedang membaca Injil. Perintah Yesus ini berat. Aku bayangkan para murid sama lelahnya dengan orang yang mengikuti Yesus. Mereka sama laparnya. Maka mereka ingin agar orang yang lapar dan lelah itu pergi, sehingga mereka dapat beristirahat dan makan apa yang mereka miliki tanpa terganggu. Aku pun ingin menyendiri sama seperti para murid. Menyendiri bukan untuk berdoa, melainkan tidak ingin terlibat dalam persoalan kaum miskin. Aku ingin menutup mata akan realita kemiskinan dan kelelahan ini. Aku tidak ingin diganggu. Seperti para murid aku ingin kaum lapar dan kelelahan ini menyingkir jauh dariku, sehingga aku bisa menikmati diriku sendiri. Aku bisa menikmati milikku tanpa terbeban. Kalau para murid makan dan beristirahat dengan tenang, sedangkan di sekitar mereka banyak orang yang lapar dan kelelahan, maka para murid bisa dikatakan orang tidak adil.

Mereka bisa dikatakan sebagai orang yang tidak berperasaan. Tidak solider. Maka satu-satunya jalan adalah mengusir kaum kelelahan dan lapar itu. Tapi Yesus tidak ingin hal itu terjadi. Dia mengatakan bahwa itu juga tanggungjawab para murid. Aku sering berpikir bahwa kemiskinan itu bukan salahku. Orang menjadi miskin itu salah mereka sendiri. Buat apa aku susah payah menolongnya? Siapa suruh kaum muda datang ke Batam, Tangerang dan Surabaya untuk menjadi buruh? Bukahkan mereka bisa hidup aman di desa? Aku tidak pernah menyuruh mereka berpetualangan di kota. Aku kebetulan bertemu mereka di kota. Sama dengan orang banyak dalam Injil. Siapa yang menyuruh mereka mengikuti Yesus ke tempat terpencil tanpa persiapan makanan? Bukankah itu kesalahan yang harus mereka tanggung sendiri?

Mengapa Yesus membebankan persoalan ini pada para murid? Yesus tidak peduli dengan argumen para murid. Mereka harus diberi makan! Para murid masih berusaha menawar dengan menunjukan keterbatasannya. Aku pun sering kali menawar perintah Yesus dengan menunjukan kemiskinanku. Milikku dan kekuasaanku terbatas. Bahkan boleh dikatakan tidak mempunyai apa-apa. Para murid sadar bahwa apa yang mereka miliki tidak akan dapat menyelesaikan persoalan.

Aku pun demikian. Apalah artinya diriku dibanding dengan orang-orang hebat yang mempunyai banyak gelar dan pangkat. Orang yang naik jaguar dan aneka mobil mahal yang melintasi jalan Plumpang, suatu jalan di daerah Cilincing yang dianggap sebagai daerah perkampungan padat dan kumuh. Orang yang duduk di kursi DPR dan MPR yang mengklaim sebagai wakil rakyat, orang yang siap membela rakyat. Orang yang dibayar tinggi untuk membela buruh dan mengklaim diri sebagai wakil buruh. Apalah arti diriku? Milikku sangat terbatas, bahkan aku tidak punya apa-apa. Kalau toh aku teriak, maka teriakanku hanya terdengar sampai di telinga kaum tersisih yang ada di dekatku. Kalau toh aku memberi, maka semua milikku pun tidak akan cukup untuk sepuluh orang saja. Aku ingin pergi dan tidak peduli. Aku ingin melupakan persoalan teman-temanku yang ter atau di PHK.

“Kamu harus memberi mereka makan!” Ini bukan permohonan tapi perintah. Perintah Yesus bukan hanya pada para rasul, melainkan siapa saja yang membaca, termasuk aku. Perintah Yesus ini ditujukan pada siapa saja yang menyatakan diri menjadi muridNya. Gereja tidak bisa melepaskan diri dari kemiskinan dan penderitaan orang lain. Tidak ada alasan untuk menghindar atau berkelit. Persoalan kaum miskin adalah tanggungjawab Gereja. Gereja harus memberi makan kaum miskin! Kalau menolak, maka Gereja bukan lagi murid Kristus! Gereja lebih baik menyobek perikop ini dan menganggapnya tidak pernah ada! Aku pun ingin menyobek perikop ini. Bukannya aku tidak mengagumi kehebatan Yesus dalam mujijat pergandaan roti, melainkan ketidakmampuanku menerima perintahNya! Ketidakinginanku diganggu oleh kaum lapar dan kelelahan. Menyadari keterbatasanku, aku masih ingin berkelit.

Dulu pada murid mengandalkan Yesus. Para murid akhirnya bisa memberi makan, sebab Yesus membuat mujijat. Apakah Yesus akan membuat mujijat pada jaman ini? Apakah Dia akan menggandakan roti? Apakah Yesus bisa memulihkan ekonomi Indonesia yang carut marut dan tidak menentu ini? Apakah Yesus bisa memulihkan kepercayaan para investor sehingga mereka mau membangun kembali pabrik mereka? Jika tidak lalu siapa yang aku andalkan saat ini? Apakah presiden dan para menteri? Apakah para anggota DPR dan MPR yang setiap hari bicara banyak di TV dan media massa lainnya, yang menunjukan seolah-olah dia adalah kebenaran? Apakah anggota dan pengurus SPSI, Apindo dan sebagainya? Siapakah yang kuandalkan saat ini?

Aku suntuk! Pertanyaanku bergulung tidak ada jawaban. Aku tidak bisa mengandalkan mereka semua! Lalu apakah aku akan berjalan ke ruang doa dan memohon Yesus datang dan memberiku roti? “Kamu harus memberi mereka makan!” Perintah ini terus berngiang di telingaku. Aku tertegun di depan meja. Kenapa aku baca Injil ini? Gerutuku tidak henti. Aku hanya ingin mempersiapkan kotbah setelah itu selesai. Tapi suara itu tidak mau berhenti. Suara itu dan kisah teman-temanku terus bergulat. Suara teman yang putus asa dan perintah Yesus membuatku terpojok. Kusedot rokokku dalam-dalam. Aku mencoba mencari alasan untuk lari atau menutup hati dari perintah itu. Aku mencoba mengakhiri pergulatanku. Para murid hanya mengumpulkan kaum lapar dan membagikan roti itu. Saat ini roti apa yang bisa kubagikan? Kusadari bahwa aku menerima dari Yesus. Aku mempunyai sedikit barang dan uang dari Yesus, sebab semua yang kumiliki adalah dari Tuhan. Bukan hanya sekedar usahaku belaka.

Tugasku kini mengkoordinir dan membagikan apa yang aku terima dari Yesus. Hari ini aku menerima sebuah komputer 486 dari seseorang yang tidak kukenal sama sekali sebelumnya. Bukankah dia itu Yesus yang datang padaku? Bukankah dia yang memberikan roti padaku agar aku bagikan pada kaum miskin? Kurenungkan kembali hari-hari yang lalu. Banyak orang yang sebelumnya tidak kukenal bahkan melihat wajahnya pun aku belum pernah, namun dia datang dan memberikan sesuatu padaku. Bukankah Yesus sudah datang dan memberikan roti? Kusedot rokokku.

Ternyata Yesus tidak meninggalkan aku. Dia senantiasa datang dan memberikan roti agar kubagikan. Dia memberikan roti dengan berbagai cara. Aku hanya diminta untuk mengkoordinir agar pembagian itu merata dan sisanya bisa dikumpulkan untuk orang yang lain. Aku memang kadang gelisah Yesus meninggalkan aku. Aku cemas Dia tidak mau membantuku. Yesus sebenarnya tahu apa yang harus Dia lakukan hanya kadang menggodaku untuk berpikir, seperti Dia menggoda Filipus (Yoh 6:6). Dia membuatku gelisah agar aku kembali bergantung padaNya. Bukan pada para tokoh yang banyak bicara dan hanya membuat keruhnya suasana. Bukan pada para ahli yang bermain-main data dan memberikan banyak tanggapan namun mereka hanya duduk di dalam ruang ber AC dengan segala fasilitas kemewahannya. Bukan pada mereka yang berteori menyelesaikan persoalan, tapi tidak peduli dengan kaum yang lapar dan kelelahan. Aku harus bergantung pada Yesus.

Dia datang dalam kesederhanaan orang-orang sederhana yang rela memberikan sedikit yang dimilikinya untuk sesama yang menderita. Yesus datang melalui orang-orang yang peduli dan melibatkan diri dalam penderitaan sesamanya. Orang yang rela meninggalkan banyak kesenangannya dan merelakan miliknya untuk dimiliki orang lain. Inilah Yesus. Mengapa aku cemas? Kumatikan rokokku dan pergi.

salam,
Cilincing 160601
gani


kembali ke awal



THE STORY BEHIND THE SONG - GOD WILL MAKE A WAY


A Way written by Don Moen following a time of tragedy.

Late one evening, Don Moen received a phone call with devastating news: his wife's sister had lost her oldest son in an automobile accident.

Craig and Susan Phelps and their four sons were traveling through Texas on their way to Colorado when their van was struck broadside by an eighteen-wheeler truck. All four boys were thrown from the van.

Craig and Susan located their sons by their cries - one boy was lying in the ditch, another in an area wet from melted snow. Nearby was his brother who landed by a telephone pole. All were seriously injured, but when Craig, a medical doctor reached Jeremy, he found him lying by a fence post with his neck broken. There was nothing Craig could do to revive him.

When Don received news of this tragedy a few hours later, he recalls, My whole world came to a standstill, but I had to get on a plane the next morning and fly to a recording session that had been scheduled for several weeks. Although I knew Craig and Susan were hurting, I couldn't be with them until the day before the funeral.

During the flight the morning after the accident, God gave me a song for them: 'God will make a way where there seems to be no way. He works in ways we cannot see. He will make a way for me.' The song was based upon Isaiah 43:19 NASB - 'Behold, I will do something new, now it will spring forth; will you not be aware of it? I will even make a roadway in the wilderness, rivers in the desert.

This song would bring comfort to Craig and Susan when all hope seemed lost. It touched the hurt in their hearts with hope and encouragement. Don received a letter from Susan in which she quoted Isaiah 43:4 NASB:

Since you are precious in My sight, since you are honored and I love you, I will give other men in your place and other peoples in exchange for your life.


Susan wrote, We've seen the truth of that scripture. When Jeremy's friends learned that he had accepted Jesus into his life before he died, many of them began to ask their own parents how they could be assured of going to heaven when they died. The accident also prompted Craig and Susan into a deeper walk with the Lord as well as into new avenues of ministry.

Craig began teaching Sunday school at their church and Susan became active in Women's Aglow, sharing with various groups her story and the Lord's provision in her time of sorrow.

She has since said, The day of the accident, when I got out of the van, even before I knew our son was dead, I knew I had a choice. I could be bitter and angry or I could totally accept God and whatever He had for us. I had to make the decision that fast. I've seen fruit come as a result of that choice. If I had to, I'd do it again. It's worth it knowing others will go to heaven because of what happened to Jeremy. God really did make a way for us !

Soon after God Will Make a Way was recorded, people from around the world began to write and call, sharing with Don how they had experienced similar tragedies. All of the calls and letters had one great theme - God had made a way for them when all hope seemed to be lost ! God had carried them through a shattering situation, and by His grace, they were emerging with stronger faith, renewed hope, and increased courage on the other side of heartache and loss.

The truth of God's Word is always that He will make a way for those who rely solely upon Him. The exact path is of His choosing. The exact methods are of His design, but He will bring us through to greater wholeness every time we place our trust in Him.

The lyrics of the song :

God will make a way
Where there seems to be no way
He works in ways we cannot see
He will make a way for me
He will be my guide
Hold me closely to His side
With love and strength for each new day
He will make a way
He will make a way

By a roadway in the wilderness
He'll lead me
And rivers in the desert will I see
Heaven and earth will fade
But His love will still remain
He will do something new today.

(Repeat first stanza)

kembali ke awal



BACA BIBLE ITU SEHAT !!!


Alkitab banyak sekali menolong mereka, entah dlm menyelesaikan masalah hidupnya, maupun yg membuktikan bahwa Alkitab ternyata telah bisa memberikan rasa tenang dan damai bagi mereka. Apakah mungkin?

Berdasarkan riset dari Prof. Dr. Jeffrey Leven dan Dr David Larsen - Washington Times, 30 Juli 1996, dilaporkan bahwa apabila orang membaca Alkitab secara teratur, ini bukan saja baik bagi jiwanya, tetapi juga baik bagi tubuhnya. Mereka melakukan penelitian terhadap lebih dari 500 orang, selama ber-bln2. Ditemukan bahwa pada mereka yg membaca Alkitab secara teratur:
- mempunyai tekanan darah lebih rendah
- tingkat depresi lebih rendah
- lebih sedikit penderita penyakit jantung
- jarang yg kecanduan obat maupun alkohol
- jarang terjadi perpecahan perkawinan
- tingkat kesehatannya jauh lebih baik

Dan berdasarkan laporan dari Religion in American Life, para peneliti menemukan bahwa mereka yg sering membaca Alkitab, mempunyai kemungkinan 50% jauh lebih banyak untuk menolak obat2an yg terlarang, daripada mereka yg tidak pernah membaca Alkitab. Disamping itu ditempat pekerjaan mereka, mereka memiliKi tingkat produktiviras yg lebih tinggi diatas rata2.

Di penjara Lewes Remand Prison - Inggris, Pdt-nya telah berhasil menobatkan sekitar 600 orang napi, setelah mereka membaca Alkitab selama ber-bln2, mereka memberikan kesaksian: Bahwa Alkitab itu ternyata lebih baik daripada nyetun!

Suatu malam di th 1989 dua orang salesman keliling, John Nicholson dan Samuel Hill, bertemu disebuah hotel, dlm percakapannya ternyata mereka mempunyai gagasan yg sama, ialah alangkah baiknya apabila ada Alkitab di dlm kamar hotelnya. Oleh sebab itulah akhirnya mereka berdua bersama dgn seorang rekan lainnya lagi W.J.Knight membentuk satu yayasan untuk menyalurkan Alkitab ke hotel2, yayasan mereka diberi nama "Gideon". Nama Gideon diambil dari Kitab Hakim-Hakim 6 & 7. Mereka bukan saja menempatkan Alkitab di hotel2 saja, melainkan juga di rumah sakit, penjara maupun gedung2 asrama lainnya. Hampir di seluruh Hotel di Eropa maupun di USA, Anda akan selalu menemukan Alkitab dari Gideon di laci kamar hotel Anda. Pada saat ini Gideon menyalurkan dan membagi-bagikan lebih dari satu juta jilid Alkitab per Minggu ke seluruh manca negara.

Dgn ini saya akhiri oret2an saya mengenai Alkitab, melalui oret2an ini sebenarnya saya ingin mengajak para pembaca untuk merenungkannya sejenak arti dan makna dari Alkitab dlm kehidupan Anda se-hari2, sambil bertanya apakah benar Alkitab ini bermanfaat bagi saya? Berapa jauh saya membutuhkan Alkitab dlm kehidupan saya se-hari2?

Jangan kita nanti membaca Alkitab tanpa kita sendiri menyadari untuk apa makna dan manfaatnya, seperti juga kalau tiap hari kita menelan obat atau vitamin, tanpa kita sendiri menyadari untuk apa. Mungkin motivasi makan obat tsb, akan lenyap apabila kita tidak tahu untuk apa kita makan obat tsb.

Begitu juga dgn membaca Alkitab, tetapi kebalikannya kalau kita menyadari manfaat dari Firman Allah tsb, maka kita akan memiliki motivasi yg jauh lebih besar untuk membaca Alkitab.

kembali ke awal



@ KKIHS Webmaster 2002